Sunday, December 2, 2007

Hidup Seperti Permainan Sepak Bola


Dalam permainan sepak bola, para pemain dari kedua kesebelasan saling berhadap-hadapan dan saling berlomba memasukkan gol yang sebanyak-banyaknya ke gawang lawan. Hidup ini bagaikan permainan sepak bola? Ya, benar.


  1. Permainan sepak bola dibatasi oleh lapangan berikut garis-garis lapangan yang ukurannya telah ditentukan. Dalam kehidupan ini, hidup kita dibatasi oleh aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah.
  2. Semua pemain dari setiap kesebelasan sama-sama berusaha mencapai satu tujuan yang sama, yaitu mencetak gol sebanyak-banyaknya ke gawang lawan. Inilah keunikan sepak bola : para pemain sejumlah 22 orang saling berlarian kesana kemari memperebutkan sebuah bola dalam sebidang lapangan berukuran 8.000-an m2 demi sebuah tujuan akhir yang bernama “mencetak gol ke gawang lawan”. Dalam kehidupan ini kita juga menyadari apa sebenarnya yang menjadi tujuan akhir kehidupan kita. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau kita hidup tanpa punya tujuan yang jelas.
  3. Apa jadinya kalau permainan sepak bola dilangsungkan tanpa gawang? Permainan sepak bola akan terasa membosankan. Apa jadinya bila dalam kehidupan ini manusia tidak memiliki tujuan hidup?
  4. Kehadiran sebuah bola - walaupun hanya satu buah - mutlak harus ada dalam sebuah permainan sepak bola. Bola menjadi sarana yang penting. Demikian pula dalam kehidupan ini, harusa ada sarana untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Yang menjadi sarananya adalah ibadah.
  5. Waktu 2x45 menit analog dengan umur kita. Waktu 2x45 menit terkadang tidaklah cukup bagi sebuah kesebelasan untuk membalas gol demi gol yang telah bersarang di gawangnya. Demikian pula halnya apabila kita tidak memanfaatkan jatah umur yang diberikan Allah kepada kita sementara kita masih belum punya bekal yang cukup menghadap Sang Khalik, maka tunggulah balasan yang setimpal dari Allah.
  6. Dalam sebuah kesebelasan kehadiran seorang pelatih sangatlah diperlukan. Sang pelatih akan senantiasa mengawasi jalannya pertandingan, menganalisa kelemahan-kelemahan lawan dan para pemainnya sendiri, serta menerapkan strategi yang tepat untuk mengahadapi kesebelasan lawan. Dalam kehidupan ini, para ulama dan ustadz-lah yang menjadi pelatih bagi kita. Tausiyah-tausiyah yang diberikannya akan senantiasa membimbing kita dalam mengarungi kerasanya kehidupan nan fana ini.
  7. Satu hal lagi yang menjadi keunikan dalam permainan sepak bola adalah : seorang pemain yang baru saja mencetak gol akan merayakan keberhasilannya dengan penuh suka cita dengan berbagai macam ekspresi, bahkan sampai berlari-lari keluar lapangan untuk sekedar ikut berbagi kebahagiaan dengan para pendukung kesebelasannya dan membiarkan rekan-rekannya yang akan memberi ucapan selamat berlarian mengejar dirinya. Hati-hati, jangan sampai dalam kehidupan ini kita terbuai dengan kesenangan duniawi hingga keluar dari aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah.


Jadi, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak memanfaatkan sisa “waktu permainan” dengan “bermain sebaik-baiknya” dan “menghadapi hadangan para pemain lawan” untuk “mencetak gol yang sebanyak-banyaknya ke gawang lawan”…


Tuesday, October 9, 2007

Belajar dari Jepang


"Kira-kira siapa yang tahu kenapa Jepang menjadi salah satu negara maju padahal pada tahin '45 negara mereka hancur lebur setelah dibom atom oleh Amerika?", demikian pertanyaan oleh salah seorang instruktur pelatihan saya di kantor.

"Karena mereka punya mental yang oke, Pak", sahut salah seorang teman.

"Karena mereka orangnya pintar-pintar, Pak", sahut seorang teman yang lain.

Dan masih beraneka ragam lagi jawaban dari teman-teman saya.

"Menurut saya Jepang bisa maju seperti sekarang karena mereka bisa jadi peniru. Tapi..., bukan sembarang meniru. Mereka bisa meniru dengan lebih baik", jelas instruktur saya.

"Di tahun 1945 kondisi Jepang tidak lebih baik daripada Indonesia. Tapi sekarang kita bisa bandingkan kondisi Jepang dengan Indonesia", sambungnya.

Saya tiba-tiba teringat dengan konsep ATM yang merupakan singkatan dari Amati, Tiru, dan Modifikasi yang kerap dijadikan pedoman bagi banyak orang ketika melakukan improvement.

Ketika seseorang hanya menjadi peniru sejati, sekali lagi : peniru sejati, maka dia tidak akan bisa menjadi maju dan akan selalu tertinggal dibandingkan dengan apa atau siapa yang ditirunya. Ketika yang ditiru sudah mempraktekkan teori A, sang peniru sejati baru mempraktekkan teori A. Ketika yang ditiru sudah mulai beranjak ke teori B, sang peniru sejati tetap masih mempraktekkan teori A. Demikian pula seterusnya. Singkatnya, selalu ada jarak dan ruang yang memisahkan antara yang ditiru dengan sang peniru sejati.

Tapi bagi seorang peniru yang cerdas, yang mau memodifikasi secara lebih baik, dia akan meniru dan sekaligus memberi atau meningkatkan nilai tambah. Dengan demikian, dia bahkan bisa berada di depan dibandingkan dengan apa yang ditirunya.

Contoh yang sangat menarik untuk dikaji bisa kita temukan pada diri Sakichi Toyoda yang tak lain adalah pendiri Toyota. Pada 1890, Toyoda menyempurnakan teknologi mesin pintal yang merupakan hasil penemuan 150 tahun sebelumnya di Inggris. Dalam jangka waktu 35 tahun, penyempurnaan kecil terus-menerus yang dilakukan terhadap temuan pertamanya itu membuat Toyoda mampu menyalip kepemimpinan teknologi Eropa selama 150 tahun dengan penemuan mesin pintal fully automatic pertama di dunia. Bahkan hak paten mesin pintal yang dapat berhenti sendiri kalau ada benang yang lepas atau putus ini dijual ke sebuah manufaktur tekstil terkemuka di Inggris.

Contoh yang lain juga bisa kita amati dari seorang VP Eksekutif Toyota dua dasawarsa setelah Toyoda yaitu Taiichi Ohno. Pada tahun 1956 Taiichi Ohno mengunjungi pabrik
GM, Ford, dan Chrysler di AS. Tujuannya untuk menyadap secara selektif teknologi dan praktek terbaik dari kampiun industri otomotif yang telah mapan dan bukan untuk mendapatkan transfer teknologi langsung. Dengan demikian, Toyota bisa tetap independen. Setelah belajar dari The Big Three tersebut, Ohno justru bisa melahirkan sebuah konsep baru yang sangat terkenal di dunia manufaktur yaitu Toyota Production System atau TPS yang diilhami oleh konsep supermarket yang saat itu sudah banyak bertebaran di AS.

Sangat menarik bukan? Mulai saat ini kalau kita memang ingin menjadi seorang peniru, maka jadilah peniru yang cerdas.

Tuesday, October 2, 2007

Mom's Birthday


Tanggal 2 Oktober yang lalu adalah hari ulang tahun Ibu yang ke-60. Tak terasa usia Ibu sudah kepala enam. Bagi saya, Ibu adalah segalanya. Ibulah orang yang paling berjasa dalam kehidupan saya.

Waktu saya lahir, ibu sempat mengalami perdarahan hebat dan sampai membutuhkan transfusi darah. Kebetulan waktu itu sulit sekali mencari golongan darah AB. Tapi alhamdulillah di PMI ada stok darah bergolongan AB. Urusan sudah selesai? Belum. Begitu darah ditransfusikan ke Ibu, tubuhnya langsung menggigil kedinginan sebagai reaksi penolakan atas darah yang masuk ke tubuhnya. Dokter langsung menyuruh transfusi dihentikan saat itu juga dan memerintahkan mencari stok darah bergolongan AB lagi. Saya tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya Ibu saat itu. Sudahlah sakit karena setelah melahirkan saya, ditambah tubuh kecilnya yang lemas karena kekurangan darah hingga beberapa waktu lamanya.

Mungkin karena itulah saya menjadi anak yang paling dekat dengan Ibu : karena dilahirkan dari rahim Ibu dengan susah payah. Waktu Ibu menderita stroke beberapa waktu lalu, kakak, adik, bude, dan para sepupu-lah yang paling getol menyuruh saya pulang duluan ke Solo secepatnya. Karena mereka tahu, kehadiran saya di sisi Ibu insya Allah bisa menjadi obat bagi Ibu. Padahal saat itu istri saya habis mengalami perdarahan pada saat kehamilan di trimester pertama dan harus full bed rest di rumah.

Tahun 1990 Bapak meninggal di saat anak-anaknya masih duduk di bangku sekolah. Waktu itu kakak laki-laki saya kelas 2 atau 3 SMA, saya sendiri di kelas 5 SD, dan adik perempuan saya masih kelas 1 SD. Sejak itulah Ibu harus menanggung kehidupan kami semua.

Ibu adalah ibu rumah tangga biasa. Tapi kami bangga sekali dengan Ibu yang dengan segenap perjuangannya akhirnya kami bertiga bisa lulus kuliah dan ketiga-tiganya dari perguruan tinggi negeri. Kami sekolah dengan harta dan tabungan peninggalan Bapak yang tidak seberapa, tapi alhamdulillah cukup untuk hidup dan sekolah. Kadang kala ibu harus keluar masuk rumah tetangga untuk menawarkan baju-baju ataua barang-barang rumah tangga ke mereka. Kadang pula Ibu menggelar barang-barang dagangannya di majelis-majelis taklim. Tak seberapa mungkin Rupiah yang didapat, tapi perjuangan Ibu yang tak kenal lelah untuk menghidupi dan menyekolahkan kami menjadi spirit yang luar biasa bagi saya.

I do love you, Mom....

Doakan mudah-mudahan suatu hari nanti kami bertiga bisa menghajikan dan lebih membahagiakan Ibu. Amin.

Sunday, September 30, 2007

Pilah-pilih Makanan di Foodcourt Singapore



Ketika kita bepergian ke Singapura, jangan heran kalau bertebaran restoran di food court yang menyajikan masakan Padang. Tapi, rasanya belum tentu sama dengan masakan Padang yang jamak kita jumpai di Indonesia. Rasanya sedikit lebih manis.

Yang ada di kepala kita pasti pikiran "Ah, masakan Padang sudah pasti halal!". Di Singapura, masakan Padang di restoran-restoran tersebut belum tentu halal (baca : belum tentu mendapat sertifikat halal dari MUIS/Majlis Ugama Islam Singapura atau MUI-nya Singapura). Saya pun baru menyadarinya pada saat kunjungan saya yang ke-2 di hari yang ke-2 pula.

Begini penjelasannya. Di foodcourt-foodcourt Singapura, piring dan sendok dari semua penyewa dicuci jadi satu tempat. Jadi, ada petugas yang bertugas mengumpulkan piring-piring kotor dari meja-meja kemudian dia akan membawa di satu tempat mencuci piring yang sama. Itu menurut keterangan salah seorang petugas di Marina Food of Republic yang saya jumpai malam itu. Bisa dibayangkan, piring-piring kotor dari tempat makan baik yang menyediakan pork atau tidak bercampur menjadi satu. Jadi makanan yang semula halal (tidak menggunakan bahan yang diharamkan) bisa jatuh menjadi haram jika pada saat mencuci piringnya tidak dipisah dan tidak pula dicuci secara benar (syar'i).

Lantas bagaimana kita mencari makanan halal di sana? Mudah saja. Cari tempat makan yang memasang sertifikat halal dari MUIS. Sertifikat ini biasanya dipasang di depan supaya mudah terlihat. Tak peduli apakah itu restoran Cina, Thailand, atau apapun, asalkan sudah punya sertifikat halalnya dari MUIS saya tidak pusing-pusing lagi memikirkan bagaimana piring dan sendok yang dipakainya dicuci di foodcourt tersebut. Karena MUIS insya Allah pasti sudah mengaudit semuanya.

Menurut pengalaman saya, agak butuh sedikit perngorbanan baik dari sisi waktu dan tenaga (untuk jalan kaki) mencari restoran yang sudah punya sertifikat halal. Tapi ketika kita bisa mendapatkan restoran yang dimaksud, puas sekali rasanya walaupun rasa masakannya mungkin biasa-biasa saja.

Jangan pula khawatir ketika kita membeli penganan (kue basah) di minimarket Seven Eleven. Di sana banyak donat atau kue-kue basah yang sudah disertifikasi halal oleh MUIS. Untuk menu sarapan, saya biasa membeli donat atau penganan halal lainnya dari Seven Eleven malam hari sebelumnya. Ini saya lakukan kalau hotel tempat saya menginap tidak mempunyai halal kitchen. Menurut informasi yang pernah saya dapatkan, Hotel Hyatt Singapura sudah memiliki halal kitchen. Sehingga tempat mengolah menu-menu yang halal dan non-halal sudah dipisahkan. Di Indonesia? Hmmm..., sepertinya belum ada hotel yang punya halal kitchen. Tak jarang kita menemui menu non-halal di hotel tersebut.

Ketika saya menginap di Hotel Marina Mandarin Singapura saya sempat bertanya kepada dua orang staf hotel apakah di hotel tersebut ada halal kitchen atau tidak. Mereka menjawab tidak ada.

"Tapi jangan khawatir, kami tidak ada menu pork. Kami belum dapat sertifikat halal karena kami menyajikan minuman berlalkohol", begitu mereka menjelaskan pada saya. Well, saya percaya ucapan mereka.

"Kalau begitu amanlah saya pakai peralatan makan di hotel ini karena kalau gelas bekas alkohol tidak harus dicuci secara khusus," begitu pikiran saya.

tapi betapa kagetnya saya ketika malam harinya saya ditawari menu sarapan yang mengandung pork. Seketika itu juga saya langsung menulis form komplain ke pihak manajemen hotel dan saya serahkan ke kasir pada saat check out. Sampai sekarang saya tidak pernah mendapatkan penjelasan dari pihak manajemen atas informasi menyesatkan dua orang stafnya. Padahal, saya sudah meninggalkan alamat surat dan email dengan harapan mereka akan menjawab komplain saya.

Seorang ustadz yang pernah bersilatutahim ke MUI pernah bercerita kepada saya. Saat beliau berada di kantor MUIS, beliau melihat banyak sekali warga etnis Cina mengantri di sana. Beliau kira mereka mengantri untuk mengucapkan kalimat syahadat. Ternyata tidak. Mereka sedang mengantri untuk mendaftarkan rumah makan mereka supaya bisa mendapatkan sertifikat halal dari MUIS. Butuh waktu sekian bulan bagi mereka sebelum sertifikat halal bisa dikantongi, mengingat proses audit dari MUIS yang lumayan ketat.

Jadi, tidak ada salahnya kita berhati-hati membeli makanan di Singapura. Di sana masih banyak menu halal walaupun untuk mencarinya perlu sedikit usaha.
















Ketik

Belajar dari Cabe

"Ambil cabenya yang banyak aja sekalian nggak apa-apa, biar tumbuhnya makin banyak", begitu kata istri saya setiap kali ada tetangga yang ingin memetik cabe di rumah.

Di halaman rumah saya memang tumbuh beberapa pohon cabe yang lebat buahnya. Mau tahu rahasianya? Pupuk kandang-lah jawabannya. Pupuk kandang ini murah meriah, tapi hasilnya luar biasa. Kata tukang bunga yang paling bagus adalah pupuk kandang yang belum difermentasi dan berasal dari kotoran kambing.

Termasuk pohon-pohon cabe yang ada di halaman rumah saya, buahnya tumbuh lebat salah satunya berkat pupuk kandang ini. Sehingga, tak heran setiap orang yang lewat rumah pasti suka melihat warna-warni merah dan hijau buah cabe saya. Dan tak sedikit pula di antara mereka yang tergoda untuk memetiknya.

Ucapan istri saya itu selalu terngiang-ngiang di telinga. Katanya, pohon cabe itu semakin banyak dipetik maka akan semakin banyak pula tumbuh buahnya.

Suatu waktu saya juga mendengar istri saya berkata,"Kalau metik cabe jangan hanya yang di bagian bawah, tapi bagian atas juga. Supaya rimbun buahnya jadi merata".

Subhanallah. Dari cabe inilah hati saya jadi semakin tersadar bahwa ketika semakin banyak harta yang kita sedekahkan, maka pada hakikatnya harta kita tidak menjadi berkurang, tapi jadi bertambah. Hitung-hitungan Allah memang tidak sama dengan matematika biasa.

Dalam QS Al-Baqarah:261 Allah berfirman :

“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan 1 butir benih yang menumbuhkan 7 bulir, dan pada setiap bulir terdapat 100 biji. Allah melipatgandakan balasan bagi yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”


Harta kita yang hakiki bukanlah uang yang tersimpan di dompet, tabungan, deposito, dan lain sebagainya. Bukan pula rumah yang kita tempati atau mobil yang kita kendarai setiap hari. Harta kita yang akan kita bawa mati adalah harta yang dibelanjakan di jalan Allah. Harta kita yang hakiki adalah zakat kita, infak kita, dan sedekah kita.

Jadi, marilah kita perbanyak investasi akhirat kita dengan tangan yang selalu di atas.


Wednesday, September 19, 2007

Bertandang ke Rumah Teman Lama


Beberapa waktu yang lalu ketika saya sedang berlancar di dunia maya saya melihat Masbukhin sedang online di Yahoo Messenger (YM). Segera saja saya sapa dia karena sudah lama kami tak bersua baik secara tatap muka maupun sekedar hanya di dunia maya. Bisa dimaklumi, mengingat frekuensi aktivitasnya yang semakin tinggi bahkan hingga ke luar Jawa. Selain bisnis voucher-nya yang semakin mapan, kini dia juga disibukkan dengan mengisi acara-acara seminar setelah buku "Karyawan Beromset Milyaran"-nya laris manis.

Setelah beberapa lamanya kami chatting, dia pamit akan offline karena akan menjemput anaknya pulang sekolah.

“Wah asyik ya kalau jadi pengusaha, bisa enak ngatur waktunya dan bisa antar jemput anak sekolah”, dalam hati saya membatin.

Tak lupa dia mengundang saya untuk dating ke rumahnya. Syukuran rumah baru katanya.

Akhirnya Saya berangkat berdelapan bersama teman-teman kantor yang lain. Begitu tiba di rumah barunya yang berada di Cempaka Putih Timur, tampak dari luar rumahnya cukup nyaman. Setibanya di sana Bukhin menyambut kami dengan hangat. Gayanya sudah beda sekarang. Gaya bos. Menggunakan Rumah dua tingkat yang berdiri di atas lahan 200-an meter persegi itu berbandrol 1,6 M! Hebat sekali batin saya. Hanya setahun setelah keluar dari kantor, dia sudah punya rumah senilai sepuluh digit.

“Ah aku ngumpulin duit cash 300 juta aja pinjem sana-sini termasuk dari saudara kok. Sisanya aku KPR-in”, begitu kata Masbukhin merendah.

“Per bulan cicilanku 13 jutaanlah”, sambungnya lagi.

Wow, tentu income-nya jauh di atas itu. Angka segitu mungkin kisaran gaji pokok level manajer di beberapa perusahaan tertentu. Tapi bagi Masbukhin, angka segitu hanyalah sepersekian dari income per bulannya.

Tata ruang rumahnya sungguh nyaman. Lantai satu terdiri dari ruan tamu, ruang keluarga, dan dapur. Di bagian belakang rumahnya masih tersisa tanah kosong dengan sebuah pohon mangga yang cukup teduh. Lantai dua terdiri dari tiga kamar tidur yang salah satunya difungsikan sebagai kantor atau ruang kerja para karyawannya.

Saya sendiri ikut senang dia sudah punya tempat tinggal yang jauh lebih nyaman daripada kontrakannya di Kodamar. Kontrakannya itu baru habis masa kontraknya beberapa bulan mendatang sehingga masih digunakan untuk menjalankan bisnisnya.

“Sayang kalau kontrakan itu ditinggal, karena dari sana per bulannya bisa menghasilkan sekitar Rp 2 juta,” katanya menjelaskan.

Kesuksesan yang diraihnya sekarang tidaklah mengherankan dan merupakan bagian dari perjalanan bisnisnya sejak bertahun-tahun yang lalu. Kegagalan demi kegagalan pernah dialami dalam perjalanan bisnisnya. Keberhasilannya yang sekarang merupakan hasil pembelajaran atas kegagalan-kegagalannya yang lalu.

Semoga kesuksesan selalu mengiringi langkah-langkahmu, Teman. Amin.

Tuesday, September 4, 2007

Jenis Kelamin Tidak Hanya "Laki-laki" atau "Perempuan"




Saya sungguh kaget ketika membaca pilihan jenis kelamin yang diberikan ketika mengisi form pembuatan blog di Blogspot. Ternyata, pilihannya tidak hanya dua, tetapi ada tiga yaitu : Wanita, Pria, dan Bukan yang diberikan.

Hayo..., Anda termasuk yang memilih mana...?

This is Us....


Ada empat orang yang berada di belakang layar JC yaitu sahabat karib saya semenjak SMA yaitu Riyanto beserta istrinya Ina, istri saya Intan, dan tentu saja saya sendiri. Kalau ada pertanyaan apakah nggak ruwet kalau sebuah usaha diurus rame-rame seprti itu, maka jawabannya bisa bermacam-macam. Tetapi bagi kami jawabannya adalah “ALHAMDULILLAH TIDAK”. Hubungan kami yang sangat baik selama inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa akhirnya JC lahir.



Saya dan Riyanto sudah bersahabat sejak SMA ketika kami sama-sama sekolah di SMA 1 Solo. Ternyata kami pun kemudian diterima di jurusan yang sama ketika kuliah, yaitu di Teknik Elektro UGM Yogyakarta. Di Kota Gudeg itu kami pun tinggal di kos yang sama dan lulus dalam waktu yang hampir sama. Dan pada akhirnya kami sama-sama juga diterima di Astra walaupun di anak perusahaan yang berbeda.

Ketika hijrah ke Jakarta, kami memutuskan tinggal di kos yang sama selama beberapa tahun lamanya. Jarak waktu pernikahan kami pun hanya empat belas hari. Dan istimewanya, kami sama-sama memiliki istri yang berdarah Minang. Sekarang kami sama-sama dikarunia seorang putri yang cantik-cantik. Pendek kata, garis nasib seolah memang menakdirkan kami untuk selalu bersama.

Bagi sahabat saya ini, dunia bisnis bukan hal yang baru. Saat ini dunia internet marketing tengah ditekuninya. Komitmennya di dunia ini sungguh patut diacungi jempol. Baginya, tiada hari tanpa tersambung ke dunia maya. Tak peduli waktu hingga larut malam dan penat masih menggelayuti tubuhnya sepulang dari kantor, jemarinya menari-nari di atas keyboard laptop menembus dunia maya. Ketika hari libur bahkan ke manapun dia pergi, sebuah laptop pun tak pernah bisa lepas dari dirinya. Katanya suatu waktu pada saya “dunia internet marketing tidak mengenal batas wilayah karena siapapun dan di manapun bisa membeli produk kita”.

“Aku punya mimpi suatu saat aku nggak perlu ngantor lagi, tetapi di manapun aku berada duit akan selalu mengejarku”.

Hasilnya, gemerincing dollar amerika sudah mulai masuk ke kantongnya. “Semua ongkos belajar bisnisku sudah lunas”, katanya puas.

Mudah-mudahan cita-citamu tercapai, Sobat !

Ina, istrinya yang baru saja melepaskan status TDB, juga tak bisa lepas dari dunia bisnis. Keluar masuk Tanah Abang sudah sangat sering dilakoninya. Barang-barang dagangannya sudah merambah ke berbagai wilayah ke luar Jawa. Perempuan yang satu ini seolah tak mau kalah dengan suaminya.

Intan, istri saya tercinta, juga sudah belajar bisnis sejak lama. Waktu masih di bangku SD, kartu lebaran hasil karyanya dijual ke teman-temannya. “Lumayan untuk menambah uang saku”, katanya. Jualan sandal dan sepatu pun pernah dilakoninya saat masih duduk di bangku kuliah. Dunia desain pun telah diakrabinya semenjak SD. Tak heran kalau sekarang kegemarannya itu seakan telah menemukan penyalurannya yaitu dengan mendesain produk-produk JC.

Sedangkan saya sendiri, belajar bisnis baru dimulai empat tahun yang lalu ketika bersama-sama dengan teman kerja di kantor mendirikan usaha soto betawi. Kami namai bendera usaha tersebut dengan “Soto Betawi Bang Sis”. Label “Bang Sis” memang terdengar agak aneh disandingkan dengan produk soto betawi. Tapi itu ada ceritanya. Saya dan teman-teman sama-sama menangani area SAP Basis Administrator. Dari istilah “Basis” inilah nama “Bang Sis” bermula. Bang Sis secara efektif hanya bermur delapan bulan, karena empat bulan sisanya praktis terbuang sia-sia. Akan tetapi, banyak sekali pelajaran yang didapat dari sini. Bisnis di dunia kuliner memang sangat menjanjikan. Saya saja masih penasaran dan ingin suatu sata terjun di bidang ini lagi. Apalagi, istri saya tercinta memang jago masak.

Mudah-mudahan kontribusi kami di dunia busana muslim khususnya jilbab mendapat ridha Allah SWT. Amin. Karena ini bukan hanya kerja, tapi juga dakwah.

Monday, September 3, 2007

Peluncuran JilbabCantik




Tepat pada hari Minggu 26 Agustus 2007 yang lalu kami melakukan peluncuran perdana produk kami dengan label JilbabCantik (JC), jilbab nan cantik dengan harga ciamik berkualiatas butik. Momentum ini berlangsung di arena bazar family day kantor yang mengambil tempat di Bumi Perkemahan Cibubur. Ini sekaligus juga menjadi ajang yang menandai kemunculan kami di ruang publik.

Sambutannya...? Subhanallah ! Ruarrr biasaaa !!! Terus terang, kami sangat terkejut dengan respon para pengunjung terhadap JC. Kami berempat sampai kewalahan melayani antusiasme para pengunjung stand kami.


Selain kualitas produknya, mungkin ada dua faktor lain yang membuat stand kami cukup ramai dikunjungi. Pertama, kami menyebarkan pamflet dengan bumbu Sensational Offer. Kedua, kami memasang x-banner di depan stand kami yang tentu saja cukup menarik perhatian.

“Waah, ini merek baru ya... Bahan jilbabnya bagus ya.. Eksklusif.”

“Dimana saya bisa temui JC lagi...?”

Dan masih banyak lagi komentar-komentar yang cukup membesarkan hati. Bahkan, ada sebuah kejadian yang tidak bisa kami lupakan yaitu ketika ada seorang ibu yang bersikeras untuk memiliki jilbab yang seragam dengan mertuanya sementara stok warna dan model yang dipilihnya hanya tinggal satu. Tanpa berpikir panjang, ibu itu ingin membeli jilbab yang dimaksud yang kebetulan sama persis dengan jilbab yang sedang dipakai oleh istri saya.

“Tapi bu..., ini kan sudah saya pakai. Benar nggak apa-apa?”, Tanya istri saya penasaran.

“Iya bu, nggak apa-apa. Pokoknya saya mau yang itu”, sambung ibu itu.

Akhirnya istri saya terpaksa berganti jilbab di mobil dan menjual jilbab yang baru saja dipakainya. Puas? Tentu saja. Bagi kami, kejadian ini merupakan salah satu bentuk apresiasi pelanggan terhadap JC.

Itu semua semakin memacu kami untuk bekerja lebih keras lagi. Mudah-mudahan apa yang sedang kami rintis ini mendapatkan hasil yang baik sesuai harapan. Amin.